"Could it be love... could it be love.... could it be... could be... could it be love....."
Sebari nyanyi lagu Raisa dan mengasah suaraku yang parah, akupun mengingat-ingat perjalananku bulan April 2014 lalu. Ya... perjalanan yang aku lakukan setelah mengunjungi Gunung Sawur (liat di postingan sebelumnya
http://ariewia.blogspot.com/2014/07/melihat-raksasa-semeru-di-gunung-sawur.html). Kali ini perjalanannya cukup jauh dan cukup menantang, tapi ini merupakan salah satu favoritku, yaitu pantai. Pantai ini terletak di salah satu kawasan Kecamatan Tempursari terletak di 08" - 16,54 Lintang Selatan, 112 - 58,27 Bujur Timur. Tempursari mempunyai Luas Wilayah 101,37 Km2 dengan ketinggian 0 - 600 meter dari permukaan laut. Batas Kecamatan Tempursari yaitu Kecamatan Pronojiwo disebelah utara, Kecamatan Candipuro sebelah timur, Samudera Indonesia disebelah selatan dan Sebelah barat Kabupaten Malang.
Tujuan kami ke pantai TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di salah satu wilayah Kecamatan Tempursari. Di sana pengunjung bisa menikmati olahan ikan yang dibakar atau dimasak oleh penjual dengan ikan yang sangat segar, hasil buruan para nelayan di wilayah Samudra Indonesia. Kalau dilihat dari peta di atas, jaraknya tidak cukup jauh dari kota Lumajang, hanya saja kali ini perjalanan kami di mulai dari Candipuro dan melewati jalan pintas melewati desa-desa di sekitaran Candipuro-Pasirian kira-kira butuh waktu 1-2 jam. Saat itu kami berangkat dari rumah agak pagian, sekitar pukul 06.00 WIB, supaya saat perjalanan tidak terlalu panas, dan saat pulang tidak kehujanan (maklum dech, di daerah pegunungan gini, sorean dikit aja udah mendung dan hujan :D)
Dengan mengendarai sepeda motor 4 buah, aku dan rombongan saudara-saudaraku, melakukan perjalan yang panjang dan cukup menantang. Sebagian besar jalan yang kami lalui tidaklah semulus jalan disepanjang jalur tol. Sepanjang jalan kami selalu bertemu jalan yang berlubang, berbatu, berlumpur bahkan jalan yang hampir habis di gerus longsor. Maklum saja, waktu itu hujan masih sering turun di kawasan itu dan pembangunan jalan banyak yang belum selesai.
Nah... sinilah jalan yang paling menantang, kami harus melewati bukit yang rimbun itu. Jalannya sangat curam dan berkelok-kelok, walaupun beraspal beton dan mulus, tapi cukup curam kami lalui. Untuk melalui trek itu, perlu kemampuan yang lihai dalam mengendarai motor, harus sigap dan hati-hati karena jalannya cukup sempit, apalagi harus bertemu dengan kendaraan yang berbeda arah.
Setelah melalui trek itu, rombongan kami beristirahat sebentar di gubug pinggir jalan. Di kanan kiri tempat kami beristirahat dan yang kami lalui, terdapat banyak sekali tumbuhan kakao, alias coklat. ya benar ini adalah perkebunan coklat milik pemerintah setempat.
Sebari beristirahat dan meregangkan otot yang cukup tegang, aku pun melihat di sekelilingku. Ditengah perhatianku pada alam yang baru aku kunjungi ini, satu hal yang cukup membuatku terkejut dan terheran-heran. Ada seorang tua yang menggembala kambingnya dengan berbekal kain sarung dan tongkat dari batang pohon. Saat kulihat di sekelilingku, tak ada satupun rumah penduduk di sekitar sini. Wow... dari mana bapak tua itu berjalan?? Hendak kemana kah beliau??? Hebat sekali beliau berjalan kaki melalui trek yang sangat curang itu??? Sampai sekarang aku masih penasaran dan belum dapat jawabannya... heeemm...!!!
Perjalanan pun berlanjut, dan adrenalin kami tetap terpompa saat menyusuri jalan tunggal yang tidaklah mulus. Entah kapan jalan ini dibangun, tapi yang jelas telah tampak kecacatan dibagian-bagiannya. Dengan berbekal kamera phonselku, aku berusaha membidik titian jalan dan kecacatanya yang telah aku lalui, satu tangan berpegangan di bahu adikku, tangan yang lainnya dengan lincah menekal tombol capture di phonselku (ini hal yang salah!! jangan sekali-kali ditiru ya!!! BERBAHAYA!!)
Di gambar ini salah satu jalan sedang diperbaiki. Saat melewatinya, badan jalan hanya tinggal sepertiganya, tiga perempatnya rusak, aku kurang paham kenapa bisa rusak separah itu, mungkin longsor terkena hujan, atau memang jalan itu sudah lama tidak diperbaiki. Namun perlu diwaspadai saat melewatinya.
Setelah bukit tertinggi kami lalui, barulah kami melihat keajaiban itu, dari jarak yang cukup jauh, kami melihat hamparan biru laut yang indah diantara hijaunya lahan dan hutan. Itukah tempat tujuan kami? sepertinya bukan, dan perjalanan terus berlanjut.
Trek berbukit telah kami lalui, jalan mulai melandai, hawa panas khas dataran rendah pun kami rasakan. Namun untuk kesekian kalinya mataku dikejutkan pemandangan yang luar biasa, jalan lurus tanpa cacatpun kami lalui dengan mulusnya. Di kanan kiri terdapat kolam-kolam air payau yang dibatasi tebing tinggi khas pegunungan cadas menjulang ke atas. Tumbuhan khas pantai banyak kami temukan di sana, tapi rimbun dan subur tumbuhnya. Keindahan semakin berwarna khas alam saat langit biru dihiasi awan tipis pun ikut meramaikan pandangan mataku yang terpesona ... Subhanallah indahnya
(gambar-gambar ini kami ambil saat perjalanan pulang, dan kami pun tak ketinggalan untuk berpose dengan alam yang menakjubkan ini)
Setelah bertemu dengan kolam-kolam air payau itu, perjalanan tetap berlanjut. Dan kali ini deburan ombak sudah terdengar, pantai.... ya pantai.... kami sampai di pantai itu. Berlokasi dekat sekali dengan jalan raya yang hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari bibir pantai yang bersentuhan dengan air Samudra Hindia, ini sungguh luar biasa.... Pantai ini jadi lebih istimewa, karena di depannya terdapat tebing batuan cadas yang menjuang tinggi bak benteng buatan alam. Entah berapa tinggi tebing itu, mungkin puluhan meter kah?
Kami pun tidak mau ketinggalan untuk berkenalan dengan tempat ini. Berhenti sejenak menikmati pasir hitam dan mendengarkan senandung deburan ombak yang pecah, seperti suara kereta api yang lewat menghampiri, itu gambaranku untuk suara gemuruh ombak yang besar khas Laut Kidul.
Satu per satu foto pun diambil dari kamera yang poket dan phonsel kami. Berbagai pose dan aksi diabadikan, tampak rona kebahagiaan di muka kami saat itu. Pertemuan yang sangat langkah bagi kami anak kota dengan alam bebas menakjubkan ini.
Tapi di pantai sepi yang serasa milik kami ini tidak berlangsung lama, walaupun beberapa menit, namun kesan yang ditinggalkan melekat sampai sekarang. Dan perjalanan kami pun berlanjut.
Keempat sepeda motor rombongan kami segera melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan utama kami. Di sepanjang jalan, masih menyusuri tepian pantai dan deburan ombak pun masih terdengar. Sayup-sayup suara ombakpun menghilang, dan kami mulai menjauhi jalan di tepian pantai, masuk ke jalan yang mulai menaiki bukit dan kemudian menyusuri jalan perkampungan warga. Setelah itu kami bertemu kembali dengan kolam-kolam air payau, tapi kali ini kolam-kolam itu sudah banyak dimanfaatkan warga setempat untuk berbagai keperluan, seperti untuk memelihara ikan, tempat menyandarkan perahu atau juga untuk memandikan ternak-ternaknya.
Setelah menyusuri jalanan yang dihiasi kolam air payau, perjalanan kami masuk ke perkampungan penduduk dengan suasana khas pesisir, jalan berbatuan terjal dan tanah yang penuh dengan pasir. Rumah-rumah penduduk yang mayoritas nelayan pun berjajaran di tepian jalan. Dengan berbekal uang masuk beberapa ribu rupiah, kami diijinkan memasuki wilayah TPI Tempursari oleh bapak-bapak penjaga di Pos pintu masuk. Akhirnya.... inilah tujuan utama perjalanan kami saat itu. Tempat Pelelangan Ikan Pantai Tempursari.
Ada apa saja di sana??? tunggu postinganku selanjutnya ya... :D
Bye
Part 2
http://ariewia.blogspot.co.id/2014/07/bersakit-sakit-dahulu-bersantai-di_7.html
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempursari,_Lumajang
http://pisangagung.blogspot.com/feeds/posts/default?alt=rss
0 komentar:
Posting Komentar